23 Januari 2008

SERAGAM

Pernah, dalam satu pertemuan, ada yang menyarankan suatu keseragaman bagi pakaian koor. Topik itu akhirnya menyisihkan pembicaran penting lainnya, yaitu mengenai program acara yang akan dilaksanakan nanti. Seragam. Sedemikian pentingkah keseragaman? Aku memahami bahwa, orang itu menginginkan agar semua pakaian yang dikenakan dapat kelihatan apik, teratur dan sama. Tetapi sedemikian utamakah warna dan jenis hingga kita melupakan program inti yang akan ditampilkan?

Hidup pun sering demikian juga. Kita sering memaksakan agar ada keseragaman, ada kesatuan warna, ada keteraturan dalam menjalani dan melaksanakan kegiatan kita sehari-hari. Kita menginginkan agar kita semua sama. Sama dalam iman. Sama dalam jiwa. Sama dalam gerak. Sama dalam hati dan perasaan. Tetapi perlukah itu? Tidakkah kita sadar bahwa hidup ini tidaklah satu warna saja? Bahwa keindahan justru nampak dalam keberagaman warna-warni? Mengapa justru kita sering menginginkan persamaan yang pada akhirnya akan menimbulkan kebosanan pandangan?

Memang pada akhirnya kita melupakan bahwa sesungguhnya kita terdiri dari beragam corak warna. Karena itulah, Tuhan mengirimkan beragam agama, pandangan dan pemikiran. Manusia diciptakan dengan talentanya masing-masing. Manusia hidup bersama salibnya masing-masing. Dan tak seorang pun dapat menyeragamkan hidup mereka. Yang paling utama dalam hidup ini bukanlah persamaan melainkan keberagaman kita. Dan di situlah nampak keMahaBesaran Tuhan. Kita diciptakan dalam perbedaan. Kita dianugerahkan kemampuan yang berlainan agar dapat saling melayani. Dapat saling membantu. Dapat saling mengasihi. Keseragaman hanya akan mematikan kemampuan kita untuk berkreasi. Dan menimbulkan warna yang monoton dan tidak punya makna sama sekali.

Maka memahami kehidupan modern ini, di mana segala hal menafikan keberagaman dan mengajak serta menarik kita untuk memakai jenis pakaian yang sama, gaya rambut yang sama bahkan hingga kecantikan dan ketampanan yang sama, telah menimbulkan kekosongan dalam batin. Kita menjadi malas untuk berkreasi. Kita hanya mampu ikut-ikutan dalam mode yang sedang ngetrend. Kita menginginkan cara pikir, cara hidup dan cara memandang dunia yang sama. Keseragaman. Ah, jika semua bunga hanya mawar, maka seindah apapun dia, pada akhirnya keindahannya menjadi tak berarti lagi. Tidakkah itu mengkhawatirkan?

Untuk itu, mungkin perlulah kita merenungkan makna keberadaan kita dengan lebih dalam. Menginginkan segala hal sama dan seragam berarti kita tidak menghormati daya kreasi Tuhan sekaligus menolak jati diri kita sebagai manusia. Yang lebih utama dalam hidup ini sesungguhnya bukanlah keseragaman penampilan, keseragaman tatacara maupun keseragaman dalam perasaan, tetapi pada apa tindakan kita dalam menjalani hidup. Bagaimana pun, proses kita untuk berkarya, semuanya menjadi jauh lebih indah dan bermakna jika berasal dari pikiran kita masing-masing. Cara pikir yang berbeda-beda akan menghasilkan suatu tindakan gemilang. Karena dalam perbedaanlah akan timbul pergulatan untuk mencapai hasil yang indah. Keseragaman hanya akan menciptakan robot-robot mekanis dan warna hidup pun menjadi monoton, hampa dan sia-sia.

Maka ketika waktu pertemuan itu sudah hampir berakhir, dan kita semua hanya bergulat pada upaya untuk menyeragamkan pakaian tanpa sedikit pun menyentuh tata pelaksanaan yang akan dikerjakan, teringatlah aku betapa seringnya kita cuma memikirkan penampilan luar dari pada isi suatu tindakan. Padahal sesungguhnyalah, penampilan mudah menyesatkan. Penampilan malah bisa sama sekali tak bermakna apa-apa. Yang penting, apa yang akan dikerjakan nanti. Latihan. Proses. Hidup. Sedangkan yang lainnya biarkanlah terjadi keberagaman karena memang kita semua tidaklah sama. Tidak pernah akan sama.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...