04 Januari 2008

LETIH

"Letih aku hidup. Ya, bagiku hidup terasa amat melelahkan. Suasana yang melingkungiku, bukan hanya tidak mampu membantu apa yang kuinginkan, tetapi malah terasa membebaniku. Aku merasa menjadi sapi perahan bagi kesenangan orang lain. Memang, aku tak pernah merasa sia-sia hidup. Tetapi bagaimana pun aku selalu merasa tersiksa karena tak bisa hidup sesuai dengan yang kuinginkan. Aku merasa hidup hanya demi orang lain. Bukan demi diriku. Ah, letih aku hidup."

Seberapa dalamkah pemahaman kita mengenai hidup? Sungguh, tak banyak orang yang dapat menikmatinya dengan seulas senyum di bibir hingga akhir tiba. Sungguh tak banyak. Kita semua terkurung dalam diri kita saja. Kita semua terperangkap dalam impian yang ingin kita alami. Kita semua berharap agar kita dapat mencapai apa yang kita hasratkan. Maka pada akhirnya kita sering merasa tersia-sia jika harapan itu tercerai berai. Padahal, pernahkah kita bertanya diri, apakah hasrat yang ingin kita capai itu sungguh punya makna bagi Dia? Apakah harapan yang ingin kita rengkuh itu sungguh punya arti bagi kehidupan sesama kita?

Sebab kita berdoa agar kita dapat hidup dengan senang. Kita berdoa agar segala harapan kita dapat terlaksana. Kita berdoa agar segala cobaan dijauhkan dari diri kita. Tetapi pernahkah kita berdoa dengan tulus agar harapan orang lain terjadi? Pernahkah kita juga memikirkan bahwa mutlak setiap manusia mempunyai hasrat dan harapan mereka sendiri-sendiri? Ya, kita semua pasti punya keinginan diri. Dan kita semua ingin agar keinginan tersebut dikabulkan. Jika tidak, apalagi jika kita merasa bahwa justru keinginan yang kita inginkan itu terkabul pada orang lain, kita menjadi kecewa, marah dan frustrasi. Tetapi ah, tahukah kita bahwa mungkin orang yang mencapai apa yang kita inginkan itu, ternyata keinginan mereka sendiri tak terlaksana. Pernahkah kita membayangkan betapa beragamnya keinginan manusia itu.

Apa yang saat ini kita miliki, tak pernah kita syukuri. Apa yang saat ini dimiliki orang lain selalu merangsang kita. Hasrat, ah hasrat hidup yang memang sungguh meletihkan. Adakah yang salah dalam diri ini? Bukankah justru dalam segala hasrat dan ambisi itulah kemajuan dunia ini tercapai kini? Bukankah justru karena rasa tak terpuaskan itulah kita menerobos segala rintangan dan kesulitan untuk menciptakan kehidupan di dunia sekarang ini? Tetapi mengapakah lalu segalanya terasa hampa dan melelahkan? Mengapa?

"Aku sungguh tak tahu mengapa. Aku memang nampak hidup penuh dengan kesenangan. Rumah ada dan jelas bukan dari jenis sederhana. Mobil punya. Istri dan tiga anak-anak yang lucu selalu menemaniku. Tetapi toh, tak bisa kupungkiri bahwa hidupku terasa kosong. Apa sih yang kuinginkan? Menjadi raja penguasa di kantorku? Manjadi pimpinan tertinggi yang seluruh keinginannya harus dipatuhi? Itukah? Entahlah, aku sungguh tak tahu. Tetapi jelas juga aku merasa kecewa dengan hidupku ini. Amat kecewa."

Dengan perasaan sedih aku menatap sahabatku itu. Lewat jendela kulihat di luar hujan menderas. Dan di ruangan kantornya yang, walaupun udara di luar cukup sejuk, tetap tertutup dengan dingin dari AC yang dipasang dalam suhu terendah. Tiba-tiba aku menemukan diriku dengan rasa gamang. Apakah kekecewaan kita terjadi bukan karena kita hidup selalu dengan menutup diri saja? Apakah karena kita selalu hidup hanya dengan menatap cermin yang memantulkan wajah kita saja? Wajah yang nampak tua, kuyu dan mulai kehilangan keceriaan masa mudanya? Apakah karena kita sudah lupa pada banyak wajah lain yang melintas di depan kita? Jangan-jangan kita terlalu sibuk untuk memikirkan keinginan kita saja sehingga pada akhirnya kita cenderung menganggap bahwa dunia ini, penderitaan ini, dan keinginan ini adalah satu-satunya keinginan yang kita tahu ada di dalam hidup. Mungkin itulah sebabnya keletihan ini mendera kita semua.

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...