04 Januari 2008

LILIN

"Dapatkah orang diubah?

Dapatkah dunia diperbaharui?"

(Wanita baik hati dari SiChuan-Bertolt Brecht)

    Kami tidak dapat membiarkan adik kami diperlakukan sebagai pelacur, seru putra-putra Yakub. Dan terjadilah pembantaian terhadap kaum pria, penawanan terhadap kaum wanita dan anak-anak, perampokan harta benda serta penjarahan besar-besaran terhadap seluruh isi kota Kanaan. Peristiwa yang tertulis dalam Kitab Kejadian 34:1-31 itu berawal dari pemerkosaan yang dilakukan oleh Sikhem, putra Hemor raja Kanaan, terhadap Dina, putri Yakub.

    Mengapakah kesalahan yang dilakukan oleh seseorang atau oleh sekelompok orang sering mengurbankan orang lain yang tidak mengetahui apa-apa? Bersalahkah mereka hanya karena mereka mempunyai agama yang sama, suku yang sama, ras yang sama atau apapun jenis kesamaan itu? Kekerasan memang duka cerita yang berulang terus menerus dalam sejarah umat manusia. Sejarah yang sering tidak adil. Sejarah yang selalu mengambil korban pihak yang lemah dan tak berdaya. Dan dilakukan atas nama ide, dendam, nafsu, ambisi atau kepentingan diri sendiri maupun kelompok. Kekerasan merupakan buah dari sikap kita sendiri. Yang dengan perbuatan-perbuatan kita, sadar atau tidak, sering melukai dan menghancurkan kehidupan itu untuk kepentingan pribadi. Maka dapatkah kita berubah? Dapatkah kehidupan diperbaharui?

    Kita terus meraba-raba jawabannya. Ketika pesawat sipil dibajak dan ditabrakkan ke gedung WTC hingga ribuan jiwa tewas. Ketika bom dipasang dan diledakkan di jalan legian, Kuta Bali hingga ratusan tubuh remuk. Ketika sebuah bom meledak di depan hotel JW Mariott Jakarta dan belasan orang gugur. Dan ketika kerusuhan meledak dimana-mana. Kita terpana. Dan mengutuk. Mungkin juga menangisi kekejaman itu. Tetapi kini, setelah lewatnya sang waktu, lupa pun datang. Kita kembali terbenam dalam kesibukan sehari-hari. Upaya untuk menghidupi diri. Dan memang, tidak ada yang berubah. Tidak ada yang diperbaharui.

    "Jangan kita kutuk gelap. Kita nyalakan lilin" kata sebuah pepatah. "Jadilah lilin yang rela lumer demi menerangi kegelapan" kata pepatah lain. Ya, dalam kapasitas kita yang cuma secuil debu ini, sesungguhnya hanya perbuatan-perbuatan sederhana yang mampu merenovasi hidup. Cinta kasih. Perhatian kepada sesama terutama yang lebih lemah. Pengurbanan untuk orang lain terutama yang menderita. "Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" (Mat 5:16) Kita tidak mungkin dapat merubah orang lain atau memperbaharui dunia. Kita hanya dapat merubah dan memperbaharui diri kita sendiri. Itupun jika kita sanggup.

    Maka sejarah memang merupakan cermin diri kita sendiri. Sejarah adalah perbuatan-perbuatan kita. Adalah pikiran-pikiran kita. Adalah keberanian kita untuk memperjuangkan kehidupan. Adalah keterpencilan kita menghadapi duka dan suka peristiwa sehari-hari. Sejarah yang harus dijalani dengan mengubah dan memperbaharui diri kita sendiri. Diri kita yang masih sanggup bernafas karena "sesaat adalah abadi sebelum Kau sapu tamanMu setiap pagi" (dari selarik puisi Sapardi Djoko Darmono, Hatiku selembar daun). Dan jika Ia telah mulai membersihkan tamanNya, kita pun tak punya kekuatan apapun untuk bertahan. Kita akan tersapu pergi. Pahamkah kita?

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...